IMPLIKASI GENDER TERHADAP KESEHATAN LANSIA.

Selasa, 29 Maret 2011

IMPLIKASI GENDER TERHADAP KESEHATAN LANSIA.


PENDAHULUAN

Penduduk Lanjut usia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census Bureau, International Data Base, 2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India dan Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia, sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang lebih didominasi oleh perempuan. Fenomena terjadinya peningkatan itu disebabkan oleh perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan penelitian-penelitian kedokteran, transisi epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif, perbaikan status gizi yang ditandai peningkatan kasus obesitas usila daripada underweight, peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) dari 45 tahun di awal tahun 1950 ke arah 65 tahun pada saat ini, pergeseran gaya hidup dari urban rural lifestyle ke arah sedentary urban lifestyle, dan peningkatan income perkapita sebelum krisis moneter melanda Indonesia (Abikusno N, Rina KK, 1998). Jumlah penduduk lanjut usia Indonesia yang pada tahun 2000 sebanyak 14,4 juta (7,18 persen dari total penduduknya); jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk lanjut usia di Korea Selatan yang hanya 3,8 juta (sekitar 8 persen dari total penduduknya); dan lebih dari tiga kali lipat jumlah penduduk lanjut usia di Singapura yang hanya 4,2 juta jiwa atau sekitar 7 persen daritotal penduduknya.

PENGERTIAN USIA LANJUT

Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sedangkan menurut undang – undang no.4 tahun 1965 pasal 1, seseorang di nyatakan sebagai lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Mubarok, 2006).


PENGERTIAN GENDER

Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku (Fakih, 1996) .
Gender diartikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi, dan status antara laki-laki dan perempuan yang tidak berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan pada relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakatnya yang lebih luas. (http://www.deptan.go.id/setjen/roren/ragam/pengertian gender.htm)

Gender merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Peran gender bersifat dinamis, dipengaruhi oleh umur (generasi tua dan muda, dewasa dan anak-anak), ras, etnik, agama, lingkungan geografi, pendidikan, sosial ekonomi dan politik. Oleh itu, perubahan peran gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi, budaya, sumberdaya alam dan politik termasuk perubahan yang diakibatkan oleh upaya-upaya pembangunan atau penyesuaian program struktural (structural adjustment program) maupun pengaruh dari kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global. (http://www.deptan.go.id/setjen/roren/ragam/pengertian_gender.htm)

MENGAPA GENDER DIPERMASALAHKAN ?

Permasalahannya terletak pada persepsi dimana perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan dipandang menjadi nilai-nilai dan norma tentang kepantasan peran, tanggung-jawab serta status laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pembangunan. Pandangan atau persepsi dimana perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai suatu pembenaran terhadap pembedaan hak-hak dan kesempatan bagi keduanya.

Kapasitas biologis perempuan (bersifat kodrati) dalam melahirkan anak dijadikan rasional terhadap penentuan peranan bahwa perempuan hanya pantas berperan dalam kegiatan domestik dan dianggap tidak pantas berperan dalam sektor publik (masyarakat dan negara). Persepsi ini merupakan bias gender yang mengurangi kesempatan dan kontribusi perempuan dalam pembangunan yang dianggap berada di sektor publik.

Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, laki-laki dan perempuan, keduanya bisa menjalankan peran baik di sektor domestik maupun publik. Namun, adanya bias gender menjadikan perempuan belum memperoleh manfaat pembangunan yang sama seperti halnya laki-laki. Oleh karenanya, pembangunan harus memberi hak-hak dan kesempatan yang sama bagi keduanya, sesuai dengan peranan dan statusnya dalam keluarga, masyarakat ,dan negara. (http://www.deptan.go.id/setjen/roren/ragam/pengertian_gender.htm)

BAGAIMANA IMPLIKASI GENDER PADA KESEHATAN USIA LANJUT ?

Proses penuaan penduduk tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit.

Konstruksi gender pada usia lanjut juga terlihat bahwa :

  1. Wanita yang memiliki peran ganda (seperti mantan pegawai + pengurus rumah tangga) lebih kecil kemungkinan menjadi depresi dari pada wanita yang mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang dengan peran tunggal saja.
  2. Masa menjanda atau menduda adalah suatu peristiwa hidup yang stress full. Janda lebih bisa mengatasi daripada duda, terutama karena jaringan sosial yang lebih besar dimiliki oleh wanita

    Lebih banyak wanita daripada pria yang terus hidup pada usia 80 tahun keatas, tetapi mereka lebih mungkin menjadi sakit dan hidup dalam kemiskinan. (Rollin's, 2007), Hal senada juga disampaikan oleh Kevin Kinsella and Yvonne J. Gist, (1998)

  3. Bagi perempuan dan laki-laki, khususnya di negara-negara dimana bias gender meliputi semua lini kehidupan. Akses Perempuan terhadap kesehatan sering tidak proporsional, ini dipengaruhi oleh tingginya tingkat kemiskinan dan ketergantungan ekonomi, kekerasan, ketidakadilan gender, gizi dan makanan distribusi, terbatas kekuasaan pengambilan keputusan, dan sikap negatif terhadap perempuan dan anak perempuan (Kevin Kinsella and Yvonne J. Gist, 1998)

    Organisasi Kesehatan Dunia Organisasi (1998) telah mengeluarkan "Tantangan Gender" untuk masyarakat internasional, panggilan untuk: apresiasi yang lebih baik risiko faktor yang melibatkan kesehatan perempuan; pengembangan pencegahan strategi untuk mengurangi dampak penyakit yang tidak proporsional, penyakit pd wanita yang lebih tua (misalnya, penyakit jantung koroner, osteoporosis, dan demensia), dan peningkatan penekanan pada pemahaman mengapa orang mati lebih cepat dari perempuan.

  4. Tindakan harus dilakukan untuk memperbaiki hasil yang diskriminatif, termasuk dampaknya terhadap perempuan. Tindakan yang ditujukan untuk penyetaraan tidak memperhitungkan dampak kumulatif yang diderita perempuan yang digaji lebih rendah dan terganggunya karier karena kehamilan, mengasuh anak dan orangtua. Perempuan mendapat pendidikan pelatihan yang lebih sedikit dan lebih umum ditempatkan pada pekerjaan paruh waktu atau pekerjaan umum. Karena faktor ini, tunjangan yang didasarkan pada pekerjaan tetap tidak menguntungkan perempuan.
  5. Perempuan juga mendapat hambatan budaya yang menghalangi akses mereka terhadap pembiayaan, warisan dan hak kepemilikan. Kepentingan ekonomi perempuan perlu lebih dilindungi sehingga memerlukan tindakan positif untuk mengatasi hasil yang diskriminatif. Upah yang sama untuk kerja yang sama sangat penting. Penciptaan lapangan kerja bagi perempuan harus dimasukkan dalam kebijakan pasar kerja yang aktif agar mereka bisa berpartisipasi, dan hak jaminan sosialnya naik. Diperlukan peningkatan kesadaran tentang perlakuan yang sama terhadap perempuan.
  6. Perempuan perlu memperoleh informasi yang memadai agar dapat melakukan pilihan yang tepat. Perubahan dalam hukum pekerjaan di Negara-negara tertentu juga membantu mengurangi diskriminasi terhadap pekerja perempuan. Contohnya, pengusaha yang mempekerjakan perempuan yang memiliki anak membayar iuran jaminan sosial yang lebih rendah. Ini mendorong para pengusaha untuk mempekerjakan lebih banyak ibu yang bekerja. Beberapa inisiatif telah memperbaiki cakupan jaminan sosial bagi pekerja yang bergerak dalam pekerjaan yang lebih fleksibel, seperti pekerja rumah, yang kebanyakan adalah perempuan.
  7. Perempuan lansia di Indonesia berpotensi mengalami diskriminasi ganda, baik karena statusnya sebagai perempuan maupun karena statusnya sebagai penduduk yang usianya sudah lanjut. Sebagai perempuan, diskriminasi yang disebabkan oleh struktur sosial dan budaya masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak usia muda. Hal ini kita ketahui sebagai akibat dari perbedaan yang sifatnya kodrati maupun sebagai akibat dari perbedaan gender. Perbedaan tersebut juga tercermin dari status perkawinan lanjut usia perempuan yang sebagian besar berstatus cerai mati dan cerai hidup. Karena usia harapan hidup perempuan yang lebih panjang dibandingkan laki-laki, maka lebih banyak lanjut usia perempuan yang ditinggal meninggal lebih dulu oleh suaminya, dan karena perbedaan gender menyebabkan perempuan terbiasa mengurus dirinya sendiri, sehingga lebih siap untuk tinggal sendiri. Sedangkan lanjut usia laki-laki lebih banyak berstatus kawin.
  8. Penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak pernah sekolah jumlahnya dua kali lipat dari laki-laki. Penduduk perempuan yang buta huruf juga dua kali lipat laki-laki. Rata - rata lama sekolah penduduk perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Angka kematian ibu hamil dan melahirkan masih tinggi. Angka penderita anemia pada perempuan masih tinggi. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan jauh lebih rendah dari laki-laki, Indeks pembangunan gender (GDI/Gender Development Index) lebih kecil dari indeks Pembangunan Manusia (HDI/Human Development Index) yang menunjukkan bahwa pembangunan sumberdaya manusia secara keseluruhan belum diikuti dengan keberhasilan gender, Indeks Pemberdayaan Gender (GEM/Gender Empowerment Measure) masih rendah, yang menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam jabatan publik dan pengambilan keputusan masih rendah.
  9. Tindak kekerasan terhadap perempuan masih relatif tinggi, Masih banyak hukum dan peraturan yang bias gender dan mendiskriminasikan perempuan.

    Meskipun secara persentase masih tergolong rendah dibanding negara maju, namun karena jumlah penduduk yang sangat besar menyebabkan secara absolut jumlah penduduk lanjut usia Indonesia jauh lebih besar dibandingkan negara-negara yang saat ini sudah mengalami problem penduduk lanjut usia seperti Jepang,Korea-Selatan,Singapura,danHongkong.

Penuaan penduduk membawa berbagai implikasi baik dari aspek sosial, ekonomi, hukum, politik dan terutama kesehatan

  1. Kesehatan yang terus menurun, baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Keuangan yang semakin memburuk, baik yang disebabkan karena kemiskinan yang terjadi sejak pra lanjut usia maupun akibat tidak mempersiapkan keuangan hari tua dengan baik.
  2. Banyak lanjut usia terpaksa masih harus bekerja atau menjadi beban bagi keluarga, masyarakat atau negara. Banyak penduduk lanjut usia yang terlantar dan miskin. Social security belum diimplementasikan dengan baik.
  3. Banyak penduduk lanjut usia yang mengalami masalah dalam pembiayaan hidup terutama untuk pembiayaan kesehatan.
  4. Secara sosial, dirasakan telah terjadi penurunan nilai penghormatan pada orang tua. Terbukti semakin banyaknya kasus penelantaran atau kekerasan lainnya terhadap lanjut usia oleh keluarganya sendiri.Banyak penduduk lanjut usia yang mempunyai hubungan dan komuniksi sangat terbatas,
  5. Masih kurangnya sarana dan prasarana publik yang ramah lanjut usia, sehingga berakibat pada rendahnya aksesibilitas lanjut usia.
  6. Kualitas lingkungan yang rendah, tidak bersih dan tidak sehat.
  7. Perubahan sosio-kultural yang terjadi akibat terkikisnya hubungan antar generasi. Hal ini antara lain disebabkan karena sebagian besar penduduk usia produktif meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari nafkah, akibatnya banyak lanjut usia yang harus hidup sendiri, terutama untuk perempuan.
  8. Akibat dari usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dari laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia lebih didominasi perempuan. Perlu diketahui sebagai akibat dari perbedaan yang sifatnya kodrati maupun sebagai akibat dari perbedaan gender, perempuan lanjut usia di Indonesia memiliki ciri yang berbeda dengan laki-laki lanjut usia. Karena kebiasaannya mengurus rumah tangga membuat perempuan lanjut usia dianggap lebih siap menghadapi masa tuanya. Selain itu, karena kebiasaan mengurus diri sendiri, hidup menjadi janda pun bukan hal yang berat bagi perempuan lanjut usia. Perempuan lanjut usia lebih siap menjalani kehidupan seorang diri. Perempuan lanjut usia juga memiliki kemampuan berkomunitas lebih baik dan tetap aktif bermasyarakat (arisan, pengajian, dan sebagainya). Perempuan lanjut usia juga cenderung tinggal dalam keluarga untuk melampiaskan kebiasaannya mengurus rumah tangga. Sementara itu, struktur sosial menjadikan perempuan harus bekerja di ranah domestik, menyebabkan perempuan tidak mempunyai akses yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang.

    Memperhatikan berbagai permasalahan penduduk lanjut usia secara umum maupun perempuan lanjut usia secara khusus maka upaya untuk memahami sistem perlindungan lanjut usia, khususnya perempuan, menjadi suatu agenda yang penting dan strategis untuk diangkat menjadi wacana pembangunan, sehingga menjadi perhatian semua pihak.















DAFTAR PUSTAKA


Abikusno N, Rina KK. Characteristic of Elderly Club Participants of Tebet Health Center South Jakarta. Asia Pacific J Clinical Nutrition 1998


Fakih, Mansour, 1996, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta


ILO, 2008, Jaminan Sosial : Konsensus Baru, Edisi Bahasa Indonesia Cetakan Pertama.

Kansas Departemen of Aging, 2010, Gender Specific Aging Issues, dalam http://www.agingkansas.org/kdoa/sr_population/gender.htm

Mochtar, Yati, 2001, Gerakan Perempuan Indonesia dan Politik Gender Orde Baru, Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan. No. 14


Rollin's, 2007. Konstruksi gender dalam kehidupan,


Swewondo, Nani, 1984, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat, Ghalia, Indonesia, Jakarta.


Soekito, Sri Widoyatiwiratmo, 1989, Anak dan Wanita dalam Hukum , LP3ES : Jakarta.


0 komentar:

Posting Komentar