PENDEKATAN MUTU DAN KEPUASAN PELANGGANDALAM PELAYANAN KESEHATAN.

Rabu, 30 Maret 2011

PENDEKATAN MUTU DAN KEPUASAN PELANGGAN

DALAM PELAYANAN KESEHATAN.


  1. PEMAHAMAN MUTU

    Pengertian mutu dari beberapa ahli :

    1. DR Armand V Feigenbaum

      Mutu adalah mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering, manufaktur, dan pemeliharaan dimana produk dan jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemua dengan harapan pelanggan.

    2. American Society for Quality Control

      Mutu adalah gambaran total sifat dari dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya memberikan kebutuhan kepuasan.

    3. J.M Juran

      Mutu adalah "Fitness for Use" atau kemampuan kecocokan penggunaan.

      Ada hal menarik yang bisa dipetik dari pengertian ini yaitu :

      1. Mutu sebagai keistimewaan produk (dimata pelanggan, semakin baik keistimewaan produk, semakin tinggi mutunya). Ini akan memberikan manfaat :
        1. Meningkatkan kepuasan pelanggan
        2. Membuat produk mudah laku/terjual
        3. Memenangkan persaingan
        4. Meningkatkan pangsa pasar
        5. Memperoleh pemasukan dari penjualan
        6. Menjamin harga premium
        7. Dampak utama : terhadap penjualan
        8. Mutu tinggi, pasti biaya tinggi
      2. Mutu bebas dari segala kekurangan (defisiensi). Dimata pelanggan semakin sedikit kekurangan, semakin baik mutunya. Hal ini akan memberikan manfaat :
        1. Mengurangi tingkat kesalahan
        2. Mengurangi pekerjaan ulang dan pemborosan
        3. Mengurangi kegagalan dilapangan, bebas garansi
        4. Mengurangi ketidakpuasan pelanggan
        5. Mengurangi keharusan memeriksa dan menguji
        6. Memendekkan waktu guna melempar produk baru ke pasar
        7. Tingkatkan hasil/kapasitas
        8. Meningfkatkan kinerja pengiriman
        9. Dampak utama pada biaya
        10. Biasanya mutu tinggi, biaya lebih sedikit.

        Kalau kita ingin produk dan jasa memenuhi "fitness for use" terutama produk yang dibatasi oleh waktu, seperti makanan, jasa, dll, ditentukan oleh kecukupan nilai produk dan tingkatan dimana produk aslinya sesuai dengan desainnya. Ada beberapa parameter yang harus diperhatikan :

        1. Availability (ketersediaan) produk
        2. Reliability (daya tahan atau kehandalan) produk
        3. Maintainability (kemampuan pemeliharaan : serviceability, repairability)
        4. Producybility/manufacturability (kemampuan menhasilkan)

        Juran mengatakan, mutu tidak datang begitu saja, perlu dirancanga. Untuk itu ada istilah Trilogi Juran yaitu 1) Perencanaan Mutu (Quality Planning), 2) Pengendalian Mutu (Quality Control), dan 3) Peningkatan mutu (Quality Improvement).

        Perencanaan Mutu (Quality Planning)

        Langkah-langkah dalam perencanaan ini adalah 1) menetapkan (identifikasi) siapa pelangganya, 2) menetapkan (identifikasi) kebutuhan pelanggan, 3) mengembangkan keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan, 4) mengembangkan proses yang mampu menghasilkan keistimewaan produk, dan 5) mengarahkan perencanaan ke kegiatan-kegiatan yang bersifat operasional.



        Pengendalian Mutu (Quality Control)

        Proses deteksi dan koreksi adanya penyimpangan atau perubahan segera setelah terjadi sehingga mutu dapat dipertahankan. Langkah-langkah yang harus dikerjakan adalah 1) evaluasi kinerja dan control produk, 2) membandingkan kionerja actual terhadap tujuan produk, dan 3) bertindak terhadap perbedaan atau penyimpangan mutu yang ada.

        Peningkatan Mutu (Quality Improvement)

        Mencakup 2 hal yaitu fitness for use dan mengurangi tingkat kecacatan dan kesalahan

        Beberapa manfaat dari peningkatan Fitness For Use adalah

        1. Mutu lebih baik bagi pengguna
        2. Pangsa pasar yang besar untuk manufaktur,
        3. Harga premi bagi manufaktur
        4. Status dipasaran bagi manufactur.

      Mengurangi tingkat kecacatan dan kesalahan bermanfaat untuk mengurangi biaya dan beberapa gesekan bagi pengguna, mengurangi secara dramatis pembiayaan bagi manufaktur, meningkatkan produktifitas (lebih mudah diproduksi), dan mengurangi inventaris dalam mendukung konsep tepat waktu.

      Beberapa langkah kegiatannya adalah :

      1. Mengadakan infra struktur yang diperlukan bagi upaya peningkatan mutu
      2. Identifikasi apa yang perlu ditingkatkan dan proyek peningkatan mutu
      3. Menetapkan tim proyek
      4. Menyediakan sumber daya, pelatihan, motivasi untuk mendiagnosa penyebab, merangsang perbaikan, dan mengadakan pengendalian
    4. Philip B Crosby

      Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan persyaratan (The Conformance of Requerements). Ada empat (4) hal mutlak (absolute) yang menjadi bagian integral dari manajemen mutu yaitu



      Khusus Zero defect (ZD) adalah pendekatan dasar untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu, kebebasan teknologi atau teknik mutu. Empat belas langkah perencanaan Zero Defect :

  1. Komitmen manajemen ( Management Commitment)
  2. Tim peningkatan mutu (Quality Improvement team)
  3. Pengukuran-pengukuran (measurement)
  4. Biaya mutu (Cost of Quality)
  5. Sadar akan mutu (Quality Awareness)
  6. Kegiatan koreksi (Corrective Action)
  7. Rencana ZD (Zero defect planning)
  1. Pelatihan pekerja (Employee Education)
  2. Hari ZD (Zero defect day)
  3. Menyusun tujuan (Goal setting)
  4. Mengganti penyebab kesalahan (Error Cause removal)
  5. Pengakuan (Recognition)
  6. Dewan mutu (Quality Council)
  7. Kerjakan sekali lagi (Do it over again)


  1. William Edwards Deming

    Terkenal dengan 14 butir manajemen Deming, kemudian disingkat dalam segitiga Deming (segitiga Deming/segitiga Joiner atau segitiga TQM). Segitiga TQM (The TQM Triangle) terdiri dari :

    1. Aksioma 1 : Komitmen tiungkat puncak untuk perbaikan mutu
    2. Aksioma 2 : Menata setiap aspek kegiatan secara efektif untuk meyakinkan bahwa produk ata jasa dirancang , dibangun, dan diantarkan sesuai dengan harapan pelanggan
    3. Aksioma 3 : Setiap anggota organisasi menyadari pentingnya peranan dirinya untuk pencapaian tersebut


Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu

Faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi mutu disingkat 9M. diantaranya :

No

Jenis

Uraian

1

Men

kemajuan teknologi, computer, dll memerlukan pekerja-pekerja yang spesialis semakin banyak

2

Money

Meningkatnya kompetisi disegala bidang memerlukan penyesuaian pembiayaan yang luar biasa termasuk untuk mutu

3

Materials

Bahan-bahan yang semakin terbatas dan berbagai jenis material yang diperlukan

4

Machines dan Mechanization

Selalu perlu penyesuaian-penyesuaian seiring dengan kebutuhan kepuasan pelanggan

5

Modern information methods

Kecepatan kemajuan teknologi kompouter yang harus diikuti selalu

6

Markets

Tuntutan pasar yang semakin tinggi dan luas

7

Management

Tanggungjawab manajemen mutu oleh perusahaan

8

Motivation

Meningkatnay mutu yang kompleks perlu kesadaran mutu bagi pekerja-pekerja

9

Mounting product requirement

Persyaratan produk yang meningkat yang diminta pelanggan perlu penyesuaian mutu terus menerus


Khusus dalam dunia industri dan jasa, mutu dibedakan menjadi

  1. Mutu produk yang dapat diukur (tangible) seperti peralatan kedokteran, mobil, TV, kamera, dll.
  2. Mutu yang sulit/tidak dapat diukur (intangible, sukjektif) seperti jasa pelayanan RS, pelayanan perhotelan, dll.


Model sistem mutu

Dalam sistem pelayanan, sistem mutu berkaitan dengan bagaimana input, proses, output, outcome dan impact serta lingkungan dengan asumsi bahwa hasil akhir yang baik tergantung pada mutu struktur dan mutu proses disuatu organisasi pelayanan kesehatan.


Proses kendali mutu

Secara sederhana proses kendali mutu (quality control) dimuali dari menyusun standar-standar mutu, mengukur kinerja dengan membandingkan kinerja yang ada dengan standar yang telah ditetapkan

Bila kita ingin meningkatkan kinerja, perlu menyusun standar baru yang lebih tinggi dan seterusnya.

  1. KEPUASAN PELANGGAN
    1. Pengertian

      Menurut Philip Kotler, Kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction) adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau out come produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang.

    Tingkat kepuasan dapat diartikan suatu fungsi dan perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan. Tingkat kepuasan tersebut adalah

    1. Pelanggan tidak dipuaskan : Bila penampilan kurang dari harapan,
    2. Pelanggan puas : Bila penampilan sebandinmg dengan harapan
    3. Pelanggan amat puas/senang : Bila penampilan melebihi harapan.
    1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan RS atau organisasi pelayanan kesehatan lain atau kepuasan pasien
      1. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali datang
      2. Mutu informasi yang diterima seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharap
      3. Prosedur perjanjian
      4. Waktu tunggu
      5. Fasilitas umum yang tersedia
      6. Fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, privacy, dan pengaturan kunjungan
      7. Out come terapi dan perawatan yang diterima.
    2. Mengukur kepuasan pelanggan

    Untuk menilai penampilan suatu organisasi perlu penilaian. Salah satu yang popular digunakan adalah parameter kepuasan pelanggan. Kpuasan dan ketidakpuasan adalah suatu keputusan penilaian. Puas dan tidak puas tergantung pada :

    1. Sikapnya terhadap ketidaksesuaian (rasa senang atau tidak senang)
    2. Tingkatan dari evaluasi "baik atau tidak baik" untuk dirinya, melebihi atau dibawah standar.

    Standar

    Adalah suatu harapan dimana nilai yang diharapkan akan terwujud, dapat berupa :

    1. Penampilan yang diperkirakan
    2. Berdasarkan norma dan pengalaman
    3. Kewajaran
    4. Nilai-nilai
    5. Ideal
    6. Toleransi minimum
    7. Kepantasan
    8. Keinginan atau janji penjual.

    Dalam sebuah kepemimpinan dalam sebuah organisasi harus melihat "Mutu" sebagai pusat kendali (mutu sesuai dengan kebutuhan pelanggan/Quality of Design), sehingga muncul suatu paradigma baru berorientasi mutu sebagai suatu elemen penting dalam perencanaan, menetapkan pasar usaha yang dimasuki, dan bagaimana menyediakan nilai mutu bagi pelanggan. Strategi manajemennya harus berorientasi pada pasar atau kepuasan pelanggan. Mottonya adalah "Pelanggan adalah Raja"


    1. Produk dan kepuasan pelanggan

    Beberapa istilah yang perlu dipahami dalam membicarana produk dan kepuasan pelanggan adalah :

    1. Produk : keluaran (put put) dari proses, bisa dalam bentuk barang dan atau jasa
    2. Barang adalah benda-benda fisik
    3. Jasa adalah pekerjaan yang dikerjakan untuk orang lain
    4. Keistimewaan produk adalah sifat yang dimiliki oleh suatu produk untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari konsumen sehingga bisa memberikan kepuasan pada konsumen (keistimewaan mutu)
    5. Kekuarangan (defisiensi) produk adalah kegagalan produk yang mengakibatkan ketidakpuasan atau kekecewaan terhadap produk
    1. Kepuasan pelanggan dan kepuasan produk
      1. Kepuasan pelanggan

        Hasil yang dicapai pada saat keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan disebut kepuasan pelanggan

      2. Kepuasan produk

        Suatu rangsangan terhadap daya jual produk disebut kepuasan produk. Dampak utamanya adalah pada pangsa pasar dan pendapatan dari penjualan.

    2. Ketidak sesuaian pelanggan dan ketidak puasan produk

      Ketidakpuasan pelanggan biasanya bersumber pada defgisiensi produk. Akibatnya adalah timbul kjeluhan, tuntutan, pengembalian barang, klian, dan lain-lain. Ada dua jenis pelanggan yaitu a) pelanggan internal adalah mereka yang terkena dampak produk dan anggota perusahaan (dia sebagai pelanggan tapi bukan pembeli), b) pelanggan eksternal yaitu mereka yang terkena dampak produk tetapi bukan anggota dari perusahaan yang menghasilkan produk tersebut.

    3. Mutu berdasarkan kepuasan pelanggan

      Kondisi yang penting diperhatikan adalah

      1. Kenyataan penggunaan akhir
      2. Harga jual produk dan jasa pelayanan.

        Ada sepuluh (10) kondisi yang perlu direfleksikan yaitu

        1. Spesifikasi dimensi dan karakter operasional
        2. Sasaran daya tahan dan lamanya bertahan
        3. Persyaratan keamanan
        4. Standar yang relevan
        5. Biayan engineering, manufacturing dan mutu
        6. Kondisi produk dimana dibuat
        7. Instalasi lapangan, pemeliharaan dan sasaran pelayanan
        8. Penggunaan energy dan factor konservasi bahan material
        9. Pertimbangan lingkungan dan efek samping lainnya
        10. Biaya operasional pelanggan, penggunaan dan pelayanan produk.
  2. NILAI PELANGGAN

    Nilai pelanggan (Customer Value) memberikan manajer suatu focus yang menyediakan produk dan jasa pelayanan yang memenuhi kebutuhan pelanggan. Didefinisikan sebagai hasil penjumlahan dan manfaat yang diperoleh dan pengorbananyang diberikan, yang hasilnya sebagai konsekuensinya adalah pelanggan menggunakan produk atau jasa pelayanan untuk memenuhi kebutuhannya. Perlu dipahami beberapa pengertian di bawah ini

  • Konsep nilai (monetering value) dimana nilai = harga
  • Nilai pembeli (buver value) = penampilan ekonomis dikurangi biaya
  • Nilai pelanggan (Customer value) : nilai = manfaat yang diperoleh dikurangi pengorbanan
  • Nilai = manfaat dikurangi kerugian


  1. Nilai yang disampaikan pelanggan (Customer delivered value)

    Yang dimaksud disini adalah seberkas manfaat yang diharapkan pelanggan dari produk atau jasa yang diberikan. Seseorang akan membeli, yang dipikirkan adalah bagaimana nilai-nilai produk ?, seperti kemampuan, daya tahan dan penampilan serta dirasakan pelayanan selanjutnya adalah baik seperti pengantarannya lancar, ada training, dan pemeliharaannya mudah, juga dipikirkan tentang petugasnya pintar dan responsive. Kemudian pelanggan menyatakan hasil perusahaan tersebut tinggi (total customer value). Untuk mendapatkan penilaian pelanggan yang lebih tinggi caranya adalah mengurangi pembiayaan nonmoneter (biaya waktu tunggu, biaya energy, biaya psikis, dan harga moneter). Ini disebut biaya total pelanggan.

    Nilai mutu yang diberikan pelanggan merupakan hasil nilai total pelanggan dan biaya total pelanggan.

    Penilaian pelanggan (Customer value) juga diartikan sebagai suatu kombinasi dari manfaat yang didapat dari poengorbanan yang terjadi ketika pelanggan mengusulkan produk atau jasa pelayanan untuk memenuhi kebutuhannya.


  2. Hubungan desain, produk, pelanggan dan nilai pelanggan.

    Untuk menyediakan nilai—nilai untuk pelanggan, harus ada tiga hal :

    1. Mutu desain dan redesain (Quality of Design and Redesign)

      Mutu desain sesuai dengan kebutuhan pelanggan

    2. Mutu kesesuaian (Quality of Conformance)

      Produk dibuat sesuai dengan desain produk

    3. Mutu penampilan (Quality of Performance)

      Produk dibuat sesuai dengan keinginan atau kebutuhan pelanggan

Hubungan desai,produk,pelanggan dan nilai pelanggan disajikan dalam gambar berikut.








  1. MARKETING MIX DAN PELAYANAN PELANGGAN

    Marketing adalah suatu proses perasaan, pengertian, stimulasi dan kepuasan kebutuhan-kebutuhan dari target pasar yang terseleksi khusus dengan penyaluran sumber daya organisasi untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan (Adrian Payne). Pemasaran adalah suatu proses memadukan sumber daya organisasi terhadap kebutuhan-kebutuhan pasar. Poemasaran berhubungan dengan produk dan pelayanan organisasi perusahaan, keinginan kebutuyhan pelanggan, dan aktivitas dari pesaing-pesaing.

    Fungsi pemasaran ada tiga (3) yaitu

    1. Marketing mix : suatu elemen penting dalam pembuatan program pemasaran. Ini terdiri dari :
      1. Product, produk atau pelayanan yang diberikan
      2. Price, harga yang ditetapkan yang berhubungan dengan penjualnya
      3. Promotion, program komunikasi yang berhubungan dengan pemasaran produk atau jasa
      4. Place, distribusi dan fungsi logistic yang berkaitan dalam pembuatan produk dan jasa
    2. Market forces : peluang atau tantangan eksternal dimana pemasaran beroperasi dari suatu interaksi organisasi.

      Beberapa area yang harus dipertimbangkan adalah
      : pelanggan, perilaku industry, competitor, dan pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang mengendalikan pemasaran

    3. Matching process : strategi dan proses manajerial yang menjamin bahwa marketing mix dan kebijaksanaan internal adalah tepat bagi market forces.

    Adrean Payne menambahkan perlunya orang (people), proses (processed) dan penyediaan pelayanan pelanggan (the provision of customer services)

    Dimensi mutu

    Delapan dimensi mutu yang perlu mendapat perhatian adalah

    1. Penampilan (performance)
    2. Gambaran atau keistimewaan (features)
    3. Ketahanan (realiability)
    4. Kesesuaian (conformance)
    5. Lama bertahan (durability)
    6. Kemampuan pelayanan (serviceability)
    7. Estetika (aesthetic)
    8. Mutu yang dirasakan (perceived quality)
  1. MANAJEMEN YANG DIGERAKKAN PELANGGAN

    Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab sebelum kita ingin meningkatkan mutu dalam rangka memuaskan pelanggan yaitu :

    1. Siapakah pelanggan kita ?
    2. Apa yang mereka harapkan ?
    3. Apakah standar pelayanan yang kita miliki sesuai dengan mutu keinginan pelanggan ?
    4. Apa yang diperlukan agar standar pelayanan sesuai dengan harapan pelanggan ?
    5. Ukuran dan indicator-indikator apa yang diperlukan ?

    Setelah dijawab dengan baik lanjutkan dengan :

    1. Buat laporan dengan jelas dan sebarkan kepada staf dan pemimpin
    2. Buat kesimpulan dengan mengikutsertakan staf dan buat rencana sesuai dengan kepuasan pelanggan dan standar profesi
    3. Cari peluang untuk meningkatkan diri.

    Model manajemen yang digerakkan pelanggan


    Model manajemen yang digerakkan pelanggan disajikan dalam gambar berikut.
































    Sumber :

    Wendy leebov dan Clara Jean Ersoz, 1990 : The Health Care Manager's Guide to Continous Quality Improvement.


  2. MANAJEMEN STRATEGI NILAI PELANGGAN

    Manajemen strategi nilai pelanggan adalah proses manajemen untuk formulasi dan implementasi strategi dalam mencapai nilai pelanggan yang paling baik dalam mencapai misi organisasi. Isinya adalah kegiatan jangka pendek dan analisis dan keputusan jangka panjang. Secara tradisional proses manajemen strategi berusaha menjawab tentang siapa kita ?, dimana kita sekarang ?, apa yang kita inginkan ?, dan bagaimana kita kesana ?

    Model proses manajemen strategi dengan focus nilai pelanggan harus menjawab beberapa pertanyaan berikut :

    1. Untuk kebutuhan pelanggan apa, kita bertanggungjawab ?
    2. Bagaimana kita dapat menyediakan nilai paling baik untuk memenuhi kepuasan pelanggan ?
    3. Apa yang kita harapkan kembalinya ?

    Langkah-langkah kegiatannya adalah :

    1. Menetapkan usaha dalam terminology manajemen, filosofi visi, misi, nilai dan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang spesifik
    2. Memperkirakan peluang-peluang nilai eksternal dan tantangan-tantangan untuk meningkatkan nilai pelanggan
    3. Menaksir kemampuan nilai internal, kecukupan sumber daya dan kelemahan-kelemahan
    4. Menetapkan persoalan kunci dan issue strategis dan analisis lingkungan
    5. Mengidentifikasi alternative-alternatif strategi dalam tujuan jangka panjang dan strategi utama
    6. Memilih satu dari alternative yang tersedia
    7. Mengembangkan tujuan dan sasaran tahunan, alokasi sumber daya dan pelaksanaan rencana jangka pendek
    8. Monitoring dan evaluasi
    9. Meningkatkan nilai mutu pelanggan

    Keuntungan yang diperoleh kalau berorientasi pada kepuasan pelanggan :

    1. Perbaikan mutu produk
    2. Perbaikan mutu desain
    3. Perbaikan aliran produk
    4. Perbaikan moral pekerja dan kesadaran mutu
    5. Perbaikan pelayanan produk
    6. Perbaikan penerimaan pasar
    7. Perbaikan secara ekonomik (reduksi biaya operasional, reduksi biaya pelayanan dilapangan, dan reduksi adanya keluhan dan klaim)
    8. Kembalinya investasi.
  3. MUTU DALAM PELAYANAN KESEHATAN

    Mutu pelayanan kesehatan tidak semata-mata dilihat dari aspek teknis medis tetapi juga dari sudut pandang social dan system pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Dr Avedis Donabedian menyatakan mutu adalah suatu keputusan yang berhubungan dengan proses pelayanan yang berdasarkan tiungkat dimana pelayanan memberikan kontribusi terhadap nilai out come. Proses pelayana kesehatan dibagi dua dimensi utama yaitu

    1. Pelayanan teknis (medis)
    2. Manajemen hubungan interpersonal antara praktisioner dank lien.

    Mutu pelayanan kesehatan dapat dipandang dari dua sudut yaitu sudut pandang pasien dan provider.

    1. Sudut pandang pasien

      Sussman et.al (1961) memberikan gambaran pasien tantang mutu klinik

      1. Dokter terlatih baik
      2. Melihat dokter yang sama setiap visite
      3. Perhatian pribadi dokter terhadap pasien
      4. Privacy dalam diskusi penyakit
      5. Ongkos klinik terbuka
      6. Waktu tunggu dokter yang singkat
      7. Informasi dari dokter
      8. Ruang istirahat yang baik
      9. Staf yang menyenangkan
      10. Ruang tunggu yang nyaman

      Ware dan Snyder (1973) mendesain aspek dari perilaku dokter dan atribut-atribut dari system pelayanan kesehatan yaitu

      1. Tingkah laku dokter
      2. Fungsi "pengobatan/penyembuhan (caring)
        1. Pemberian informasi
        2. Ukuran-ukuran preventif
        3. Tenggang rasa
        4. Perawatan lanjutan
        5. Kebijaksanaan
      3. Fungsi pemeliharaan/perawatan (caring)
        1. Menentramkan hati
        2. Penuh perhatian
        3. Sopan santun, resfek
      4. Tersedianya (availability sarana dan prasarana
        1. Mempunyai RS
        2. Mempunyai spesialis
        3. Mempunyai dokter k
      5. Kelangsungan suatu hal yang dapat menyenangkan (convenience)
        1. Kelangsungan perawatan
        2. Dokter keluarga yang teratur
        3. Ketenteraman pelayanan
      6. Akses
        1. Biaya perawatan
        2. Perawatan gawat darurat
        3. Mekanisme pembayaran
        4. Cakupan asuransi kesehatan
        5. Kemudahan medical check up
    2. Sudut pandang provider

      Menurut Donabedian, provider pemeliharaan atau perawatan kesehatan terdiri dari jajaran berbagai penentu kebijakan, administrator, supervisor, dan praktisioner, melengkap atau m,enyediakan berbagai macam pelayana klinik dan yang berkaitan. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait adalah

      1. Perilaku seseorang terhadap pasien, dokter, dsb
      2. Koordinasi antar peran masing-masing, interdepartemen
      3. Jumlah kontak dengan pasien
      4. Kepuasan pasien dalam hal yang menyenangkan
      5. Keterampilan medis dan fasilitas
      6. Fasilitas fisik
      7. Kel;angsungan perawatan, dokter yang sama visite pasien berikutnya
      8. Follow up
      9. Penyuluhan pasien dan pemahamannya
      10. Hubungan pasien staf
      11. System pencatatan
      12. Penekanan riset
      13. Hubungan antar staf.

      Menurut Sanazaro dan Williamson (1965), ada dua jenis pertanyaan mendasar yang harus ditanyakan yaitu :

      1. Manajemen hubungan interpersonal
        1. Tanggungjawab professional
        2. Sifat professional
        3. Persepsi psikologi
        4. Dukungan psikologi
        5. Pendidikan pasien
      2. 2 akses, kontinuiti dan koordinasi
        1. Tersedianya dokter
        2. Penggunaan tim kesehatan
        3. Penggunaan sumber daya masyarakat
        4. Review masalah
        5. Review terapi
        6. Follow up
        7. Regulasi diet dan kegiatan.

    Menurut John Hopkins dan asosiasinya (1970) menyatakan ada beberapa dalil atau dimensi dan atribut-atribut yang harus diperhatikan yaitu

    1. Preventif (check up, pemeriksaan rectal, pemeriksaan pelvic, pap smear, prenatal check up, imunisasi, pemeriksaan bayi, serologi, dan nasihat)
    2. Komprehensif (keadaan sekunder dan factor-faktor social
    3. Koordinasi (rujukan spesialis, rujukan paramedic dan pelayanan kontribusi)
    4. Kelangsungan (follow up visite, follow up visite yang diminta, kelangsungan tenaga medis, catatan kemajuan, dan pelayanan rehabilitasi)
    5. Rasionalitas (keluhan utama, riwayat, pemeriksaan fisik, diagnosis, permintaan lab, catatan hasil lab, pengamatan dokter, pembedahan, pengobatan injeksi, pengobatan resep, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan urine, pekerjaan lab yang lain, dan pekerjaan radiologi lain.
  4. TERMINOLOGI
    1. Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang dapat memberikan hasil kjepada masyarakat dan yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Milten I Roemer dan C Montoya Aguilar, WHO, 1988)
    2. Untuk petugas kesehatan

      Mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara professional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik, dan memenuhi standar yang baik (state of the art)

    3. Kepuasan praktisioner

      Suatu ketetapan "kebagusan" terhadap penyediaan dan keadaan dari pekerjaan praktisioner untuk pelayanan oleh kolega-kolega atau dirinya

    4. Untuk manajer atau administrator

      Kebutuhan untuk supervise, manajemen keuangan dan logistic. Hal ini berguna untuk mengatur staf, pasien dan masyarakat.

    5. Bagi yayasan atau pemilik RS

      Memiliki tenaga professional yang bermutu dan cukup

IMPLIKASI GENDER TERHADAP KESEHATAN LANSIA.

Selasa, 29 Maret 2011

IMPLIKASI GENDER TERHADAP KESEHATAN LANSIA.


PENDAHULUAN

Penduduk Lanjut usia dua tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 (U.S. Census Bureau, International Data Base, 2009) jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India dan Jepang. Karena usia harapan hidup perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki (11,29 juta jiwa berbanding 9,26 juta jiwa). Oleh karena itu, permasalahan lanjut usia secara umum di Indonesia, sebenarnya tidak lain adalah permasalahan yang lebih didominasi oleh perempuan. Fenomena terjadinya peningkatan itu disebabkan oleh perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan penelitian-penelitian kedokteran, transisi epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif, perbaikan status gizi yang ditandai peningkatan kasus obesitas usila daripada underweight, peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) dari 45 tahun di awal tahun 1950 ke arah 65 tahun pada saat ini, pergeseran gaya hidup dari urban rural lifestyle ke arah sedentary urban lifestyle, dan peningkatan income perkapita sebelum krisis moneter melanda Indonesia (Abikusno N, Rina KK, 1998). Jumlah penduduk lanjut usia Indonesia yang pada tahun 2000 sebanyak 14,4 juta (7,18 persen dari total penduduknya); jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk lanjut usia di Korea Selatan yang hanya 3,8 juta (sekitar 8 persen dari total penduduknya); dan lebih dari tiga kali lipat jumlah penduduk lanjut usia di Singapura yang hanya 4,2 juta jiwa atau sekitar 7 persen daritotal penduduknya.

PENGERTIAN USIA LANJUT

Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Sedangkan menurut undang – undang no.4 tahun 1965 pasal 1, seseorang di nyatakan sebagai lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Mubarok, 2006).


PENGERTIAN GENDER

Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku (Fakih, 1996) .
Gender diartikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peranan, fungsi, dan status antara laki-laki dan perempuan yang tidak berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan pada relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakatnya yang lebih luas. (http://www.deptan.go.id/setjen/roren/ragam/pengertian gender.htm)

Gender merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Peran gender bersifat dinamis, dipengaruhi oleh umur (generasi tua dan muda, dewasa dan anak-anak), ras, etnik, agama, lingkungan geografi, pendidikan, sosial ekonomi dan politik. Oleh itu, perubahan peran gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi, budaya, sumberdaya alam dan politik termasuk perubahan yang diakibatkan oleh upaya-upaya pembangunan atau penyesuaian program struktural (structural adjustment program) maupun pengaruh dari kekuatan-kekuatan di tingkat nasional dan global. (http://www.deptan.go.id/setjen/roren/ragam/pengertian_gender.htm)

MENGAPA GENDER DIPERMASALAHKAN ?

Permasalahannya terletak pada persepsi dimana perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan dipandang menjadi nilai-nilai dan norma tentang kepantasan peran, tanggung-jawab serta status laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pembangunan. Pandangan atau persepsi dimana perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan dianggap sebagai suatu pembenaran terhadap pembedaan hak-hak dan kesempatan bagi keduanya.

Kapasitas biologis perempuan (bersifat kodrati) dalam melahirkan anak dijadikan rasional terhadap penentuan peranan bahwa perempuan hanya pantas berperan dalam kegiatan domestik dan dianggap tidak pantas berperan dalam sektor publik (masyarakat dan negara). Persepsi ini merupakan bias gender yang mengurangi kesempatan dan kontribusi perempuan dalam pembangunan yang dianggap berada di sektor publik.

Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, laki-laki dan perempuan, keduanya bisa menjalankan peran baik di sektor domestik maupun publik. Namun, adanya bias gender menjadikan perempuan belum memperoleh manfaat pembangunan yang sama seperti halnya laki-laki. Oleh karenanya, pembangunan harus memberi hak-hak dan kesempatan yang sama bagi keduanya, sesuai dengan peranan dan statusnya dalam keluarga, masyarakat ,dan negara. (http://www.deptan.go.id/setjen/roren/ragam/pengertian_gender.htm)

BAGAIMANA IMPLIKASI GENDER PADA KESEHATAN USIA LANJUT ?

Proses penuaan penduduk tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, karena dengan semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit.

Konstruksi gender pada usia lanjut juga terlihat bahwa :

  1. Wanita yang memiliki peran ganda (seperti mantan pegawai + pengurus rumah tangga) lebih kecil kemungkinan menjadi depresi dari pada wanita yang mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang dengan peran tunggal saja.
  2. Masa menjanda atau menduda adalah suatu peristiwa hidup yang stress full. Janda lebih bisa mengatasi daripada duda, terutama karena jaringan sosial yang lebih besar dimiliki oleh wanita

    Lebih banyak wanita daripada pria yang terus hidup pada usia 80 tahun keatas, tetapi mereka lebih mungkin menjadi sakit dan hidup dalam kemiskinan. (Rollin's, 2007), Hal senada juga disampaikan oleh Kevin Kinsella and Yvonne J. Gist, (1998)

  3. Bagi perempuan dan laki-laki, khususnya di negara-negara dimana bias gender meliputi semua lini kehidupan. Akses Perempuan terhadap kesehatan sering tidak proporsional, ini dipengaruhi oleh tingginya tingkat kemiskinan dan ketergantungan ekonomi, kekerasan, ketidakadilan gender, gizi dan makanan distribusi, terbatas kekuasaan pengambilan keputusan, dan sikap negatif terhadap perempuan dan anak perempuan (Kevin Kinsella and Yvonne J. Gist, 1998)

    Organisasi Kesehatan Dunia Organisasi (1998) telah mengeluarkan "Tantangan Gender" untuk masyarakat internasional, panggilan untuk: apresiasi yang lebih baik risiko faktor yang melibatkan kesehatan perempuan; pengembangan pencegahan strategi untuk mengurangi dampak penyakit yang tidak proporsional, penyakit pd wanita yang lebih tua (misalnya, penyakit jantung koroner, osteoporosis, dan demensia), dan peningkatan penekanan pada pemahaman mengapa orang mati lebih cepat dari perempuan.

  4. Tindakan harus dilakukan untuk memperbaiki hasil yang diskriminatif, termasuk dampaknya terhadap perempuan. Tindakan yang ditujukan untuk penyetaraan tidak memperhitungkan dampak kumulatif yang diderita perempuan yang digaji lebih rendah dan terganggunya karier karena kehamilan, mengasuh anak dan orangtua. Perempuan mendapat pendidikan pelatihan yang lebih sedikit dan lebih umum ditempatkan pada pekerjaan paruh waktu atau pekerjaan umum. Karena faktor ini, tunjangan yang didasarkan pada pekerjaan tetap tidak menguntungkan perempuan.
  5. Perempuan juga mendapat hambatan budaya yang menghalangi akses mereka terhadap pembiayaan, warisan dan hak kepemilikan. Kepentingan ekonomi perempuan perlu lebih dilindungi sehingga memerlukan tindakan positif untuk mengatasi hasil yang diskriminatif. Upah yang sama untuk kerja yang sama sangat penting. Penciptaan lapangan kerja bagi perempuan harus dimasukkan dalam kebijakan pasar kerja yang aktif agar mereka bisa berpartisipasi, dan hak jaminan sosialnya naik. Diperlukan peningkatan kesadaran tentang perlakuan yang sama terhadap perempuan.
  6. Perempuan perlu memperoleh informasi yang memadai agar dapat melakukan pilihan yang tepat. Perubahan dalam hukum pekerjaan di Negara-negara tertentu juga membantu mengurangi diskriminasi terhadap pekerja perempuan. Contohnya, pengusaha yang mempekerjakan perempuan yang memiliki anak membayar iuran jaminan sosial yang lebih rendah. Ini mendorong para pengusaha untuk mempekerjakan lebih banyak ibu yang bekerja. Beberapa inisiatif telah memperbaiki cakupan jaminan sosial bagi pekerja yang bergerak dalam pekerjaan yang lebih fleksibel, seperti pekerja rumah, yang kebanyakan adalah perempuan.
  7. Perempuan lansia di Indonesia berpotensi mengalami diskriminasi ganda, baik karena statusnya sebagai perempuan maupun karena statusnya sebagai penduduk yang usianya sudah lanjut. Sebagai perempuan, diskriminasi yang disebabkan oleh struktur sosial dan budaya masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak usia muda. Hal ini kita ketahui sebagai akibat dari perbedaan yang sifatnya kodrati maupun sebagai akibat dari perbedaan gender. Perbedaan tersebut juga tercermin dari status perkawinan lanjut usia perempuan yang sebagian besar berstatus cerai mati dan cerai hidup. Karena usia harapan hidup perempuan yang lebih panjang dibandingkan laki-laki, maka lebih banyak lanjut usia perempuan yang ditinggal meninggal lebih dulu oleh suaminya, dan karena perbedaan gender menyebabkan perempuan terbiasa mengurus dirinya sendiri, sehingga lebih siap untuk tinggal sendiri. Sedangkan lanjut usia laki-laki lebih banyak berstatus kawin.
  8. Penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak pernah sekolah jumlahnya dua kali lipat dari laki-laki. Penduduk perempuan yang buta huruf juga dua kali lipat laki-laki. Rata - rata lama sekolah penduduk perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Angka kematian ibu hamil dan melahirkan masih tinggi. Angka penderita anemia pada perempuan masih tinggi. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan jauh lebih rendah dari laki-laki, Indeks pembangunan gender (GDI/Gender Development Index) lebih kecil dari indeks Pembangunan Manusia (HDI/Human Development Index) yang menunjukkan bahwa pembangunan sumberdaya manusia secara keseluruhan belum diikuti dengan keberhasilan gender, Indeks Pemberdayaan Gender (GEM/Gender Empowerment Measure) masih rendah, yang menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam jabatan publik dan pengambilan keputusan masih rendah.
  9. Tindak kekerasan terhadap perempuan masih relatif tinggi, Masih banyak hukum dan peraturan yang bias gender dan mendiskriminasikan perempuan.

    Meskipun secara persentase masih tergolong rendah dibanding negara maju, namun karena jumlah penduduk yang sangat besar menyebabkan secara absolut jumlah penduduk lanjut usia Indonesia jauh lebih besar dibandingkan negara-negara yang saat ini sudah mengalami problem penduduk lanjut usia seperti Jepang,Korea-Selatan,Singapura,danHongkong.

Penuaan penduduk membawa berbagai implikasi baik dari aspek sosial, ekonomi, hukum, politik dan terutama kesehatan

  1. Kesehatan yang terus menurun, baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Keuangan yang semakin memburuk, baik yang disebabkan karena kemiskinan yang terjadi sejak pra lanjut usia maupun akibat tidak mempersiapkan keuangan hari tua dengan baik.
  2. Banyak lanjut usia terpaksa masih harus bekerja atau menjadi beban bagi keluarga, masyarakat atau negara. Banyak penduduk lanjut usia yang terlantar dan miskin. Social security belum diimplementasikan dengan baik.
  3. Banyak penduduk lanjut usia yang mengalami masalah dalam pembiayaan hidup terutama untuk pembiayaan kesehatan.
  4. Secara sosial, dirasakan telah terjadi penurunan nilai penghormatan pada orang tua. Terbukti semakin banyaknya kasus penelantaran atau kekerasan lainnya terhadap lanjut usia oleh keluarganya sendiri.Banyak penduduk lanjut usia yang mempunyai hubungan dan komuniksi sangat terbatas,
  5. Masih kurangnya sarana dan prasarana publik yang ramah lanjut usia, sehingga berakibat pada rendahnya aksesibilitas lanjut usia.
  6. Kualitas lingkungan yang rendah, tidak bersih dan tidak sehat.
  7. Perubahan sosio-kultural yang terjadi akibat terkikisnya hubungan antar generasi. Hal ini antara lain disebabkan karena sebagian besar penduduk usia produktif meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari nafkah, akibatnya banyak lanjut usia yang harus hidup sendiri, terutama untuk perempuan.
  8. Akibat dari usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dari laki-laki, maka jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia lebih didominasi perempuan. Perlu diketahui sebagai akibat dari perbedaan yang sifatnya kodrati maupun sebagai akibat dari perbedaan gender, perempuan lanjut usia di Indonesia memiliki ciri yang berbeda dengan laki-laki lanjut usia. Karena kebiasaannya mengurus rumah tangga membuat perempuan lanjut usia dianggap lebih siap menghadapi masa tuanya. Selain itu, karena kebiasaan mengurus diri sendiri, hidup menjadi janda pun bukan hal yang berat bagi perempuan lanjut usia. Perempuan lanjut usia lebih siap menjalani kehidupan seorang diri. Perempuan lanjut usia juga memiliki kemampuan berkomunitas lebih baik dan tetap aktif bermasyarakat (arisan, pengajian, dan sebagainya). Perempuan lanjut usia juga cenderung tinggal dalam keluarga untuk melampiaskan kebiasaannya mengurus rumah tangga. Sementara itu, struktur sosial menjadikan perempuan harus bekerja di ranah domestik, menyebabkan perempuan tidak mempunyai akses yang sama dengan laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan uang.

    Memperhatikan berbagai permasalahan penduduk lanjut usia secara umum maupun perempuan lanjut usia secara khusus maka upaya untuk memahami sistem perlindungan lanjut usia, khususnya perempuan, menjadi suatu agenda yang penting dan strategis untuk diangkat menjadi wacana pembangunan, sehingga menjadi perhatian semua pihak.















DAFTAR PUSTAKA


Abikusno N, Rina KK. Characteristic of Elderly Club Participants of Tebet Health Center South Jakarta. Asia Pacific J Clinical Nutrition 1998


Fakih, Mansour, 1996, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta


ILO, 2008, Jaminan Sosial : Konsensus Baru, Edisi Bahasa Indonesia Cetakan Pertama.

Kansas Departemen of Aging, 2010, Gender Specific Aging Issues, dalam http://www.agingkansas.org/kdoa/sr_population/gender.htm

Mochtar, Yati, 2001, Gerakan Perempuan Indonesia dan Politik Gender Orde Baru, Jurnal Perempuan untuk Pencerahan dan Kesetaraan. No. 14


Rollin's, 2007. Konstruksi gender dalam kehidupan,


Swewondo, Nani, 1984, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat, Ghalia, Indonesia, Jakarta.


Soekito, Sri Widoyatiwiratmo, 1989, Anak dan Wanita dalam Hukum , LP3ES : Jakarta.


DEPRESI PADA LANSIA

DEPRESI PADA LANSIA


  1. PENDAHULUAN

Menjadi tua adalah suatu proses natural/alami yang terjadi pada manusia . Secara umum proses penuaan ini menyangkut 2 komponen utama yaitu komponen biologis dan komponen psikologis. Perubahan pada kedua komponen ditambah dengan sikap masyarakat terhadapnya akan mempengaruhi kualitas hidup lansia. Jika mereka dihargai, dicintai dan dihormati keluarganya baik dalam keadaan sehat maupun sakit, kontribusi mereka di komunitas tempat mereka hidup diakui dan dihargai maka lansia menjadi sangat aktif dan hidup mandiri (Watson Roger, 2003).

Menurut perkiraan dari United States Bureau of Census 1993, populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 – 2023 akan naik 414 %, suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan menempati urutan keempat jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India, dan Amerika (Depkes RI, 2001). Fenomena ini akan berdampak pada semakin tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara biologis, psikologis dan sosiokultural. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi lansia sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental. Dilihat dari perspektif keperawatan dikatakan ada empat besar penderitaan geriatrik yaitu immobilisasi, ketidakstabilan, inkontinensia, dan gangguan intelektual. Sifat umum dari empat besar tersebut adalah 1) mempunyai masalah yang kompleks, 2) tidak ada pengobatan yang sederhana, 3) hancurnya kemandirian, dan 4) membutuhkan bantuan orang lain yang berkaitan erat dengan keperawatan (Isaac, 1981).

Depresi merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan ke empat penyakit di dunia. Sekitar 20 % wanita dan 12 % pria dalam suatu waktu kehidupannya pernah mengalami depresi (Amir N, 2005). Depresi adalah kondisi umum yang terjadi pada lansia. Kondisi ini sering berhubungan dengan kondisi sosial, kejadian hidup seperti kehilangan, masuk rumah sakit, menderita sakit atau merasa ditolak oleh teman dan keluarganya serta masalah fisik yang dialaminya. Cash, H (1998) dalam Hawari (2001) mengemukakan bahwa 1 dari 5 orang pernah mengalami depresi dalam kehidupannya, selanjutnya 5-15 % para pasien-pasien depresi melakukan bunuh diri setiap tahun.

  1. PENGERTIAN DEPRESI

Dadang Hawari (2001) menyebutkan Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga menyebabkan hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian yang utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/spliting of personality, perilaku dapat mengganggu tetapi masih dalam batas-batas normal.

Jusni (2003) menyatakan Depresi adalah perasaan sedih dan tertekan yang menetap, perasaan berat sedemikian beratnya sehingga tidak bisa melaksanakan fungsi sehari-hari sebagai orang tua, pegawai, pasangan hidup, dan pelajar.


  1. STRESOR PENCETUS

Stuart dan Sundeen (1998), menyatakan ada empat sumber utama yang dapat mencetuskan gangguan alam depresi yaitu :

  1. Kehilangan keterikatan

Kehilangan nyata atau yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.

  1. Peristiwa besar dalam kehidupan

Kegagalan dalam memyelesaikan masalah, kegagalan dalam upaya yang keras sehingga menimbulkan ketidak berdayaan, menyalahkan diri sendiri, keputusasaan, dan rasa tidak berharga.

  1. Peran dan ketegangan peran

Sering ditemukan adanya ketegangan peran dimana peran tidak sesuai ataupun ketidak mampuan melaksanakan peran dapat menjadi stressor pencetus depresi.

  1. Perubahan fisiologik

Diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik kronik yang melemahkan tubuh seperti infeksi, neoplasma, gangguan keseimbangan metabolik, dan HIV/AIDS.

  1. FAKTOR RESIKO DEPRESI

Menurut Amir N (2005), faktor resiko depresi adalah jenis kelamin (wanita lebih cepat depresi dibandingkan laki-laki), usia rata-rata awitan antara 20-40 tahun), status perkawinan terutama individu yang bercerai atau berpisah, geografis (penduduk dikota lebih sering depresi daripada penduduk di desa), riwayat keluarga yang menderita gangguan depresi (kemungkinan lebih sering terjadi depresi), kepribadian : mudah cemas, hipersensitif, dan lebih tergantung orang lain, dukungan sosial yaitu seseorang yang tidak terintegrasi ke dalam masyarakat, stresor sosial : peristiwa-peristiwa baik akut maupun kronik, tidak bekerja terutama individu yang tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur.

Depkes RI (2001) menyatakan ada beberapa keadaan yang beresiko menimbulkan depresi yaitu kehilangan/meninggal orang (objek) yang dicintai, sikap psimistik, kecendrungan berasumsi negatif terhadap suatu pengalaman yang mengecewakan, kehilangan integritas pribadi, berpenyakit degeneratif kronik, tanpa dukungan sosial yang kuat.


  1. GAMBARAN KLINIS DEPRESI PADA USIA LANJUT.

Mengenali depresi pada usia lanjut memerlukan suatu keterampilan dan pengalaman, karena manifestasi gejala-gejala depresi klasik (perasaan sedih, kurang semangat, hilangnya minat/hobi atau menurunya aktivitas) sering tidak muncul. Sangat tidak mudah untuk membedakan sekuele gejala psikologik akibat penyakit fisik dari gangguan depresi atau gejala somatik depresi dari efek sistemik penyakit fisik. Keduanya bisa saja terjadi pada seorang individu usia lanjut pada saat yang sama. Usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan menyangkal adanya mood depresi, yang sering terlihat adalah gejala hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur, atau kehilangan rasa sakit/nyeri (Depkes RI, 2001).

Menurut Brodaty, 1991 dalam Depkes RI (2001), gejala yang sering muncul adalah anxietas atau kecemasan, preokupasi gejala fisik, perlambatan motorik, kelelahan, mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri, dan insomnia. Sedangkan gejala depersonalisasi, rasa bersalah, minat seksual menurun agak jarang. Sebagai petunjuk kearah depresi perlu diperhatikan tanda-tanda berikut (Depkes RI, 2001) : rasa lelah yang terus menerus bahkan juga sewaktu beristirahat, kehilangan kesenangan yang biasanya dapat ia nikmati (tidak merasa senang lagi jika dikunjungi oleh cucu-cucunya), dan mulai menarik diri dari kegiatan dan interaksi sosial.

Gambaran klinis depresi pada usia lanjut dibandingkan dengan pasien yang lebih muda berbeda, usia lanjut cenderung meminimalkan atau menyangkal mood depresinya dan lebih banyak menonjolkan gejala somatiknya, disamping mengeluh tentang gangguan memori, juga pada umumnya kurang mau mencari bantuan psikiater karena kurang dapat menerima penjelasan yang bersifat psikologis untuk gangguan depresi yang mereka alami.


  1. DIAGNOSA DEPRESI

Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ III (Pedoman Penggolongan Diagnosis gangguan Jiwa di Indonesia III) yang merujuk pada ICD 10 (International Classification of Deseases 10). Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang, dan berat sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap kehidupan seseorang.

Pedoman diagnostik lainnya adalah DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV). Depresi berat menurut DSM IV jika ditemukan 5 atau lebih gejala-gejala berikut dibawah ini, yang terjadi hampir setiap hari selama 2 minggu dan salah satu dari gejala tersebut adalah mood terdepresi atau hilangnya rasa senang/minat.

Gejala-gejala tersebut :

  1. Mood depresi hampir sepanjang hari
  2. Hilang miknat/rasa senang secara nyata dalam aktivitas normal
  3. Berat badan menurun atau bertambah
  4. Insomnia atau hipersomnia
  5. Agitasi atau retardasi psikomotor
  6. Kelelahan dan tidak punya tenaga
  7. Rasa tidak berharga atau perasaan bersalah berlebihan
  8. Sulit berkonsentrasi
  9. Pikiran berulang tentang kematian, percobaan/ide bunuh diri.

Menurut ICD 10, pada gangguan depresi, ada tiga gejala utama yaitu :

  1. Mood terdepresi
  2. Hiulang minat/semangat
  3. Hilang tenaga/mudah lelah.

Disertai gejala lain :

  1. Konsentrasi menurun
  2. Harga diri menurun
  3. Perasaan bersalah
  4. Psimis memandang masa depan
  5. Ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri
  6. Pola tidur berubah
  7. Nafsu makan menurun

Pengelompokan berat ringannya depresi, disajikan dalam tabel 1

Tabel 1.

Pedoman Pengelompokan Berat Ringannya Depresi


Depresi

Gejala utama minimal

Gejala lain minimal

Fungsi

Keterangan

Ringan

2

3

Baik

Distres ±

Sedang

2

3 atau 4

Terganggu

Berlangsung minimal 2 minggu

Berat

3

4

Sangat terganggu

Intensitas gejala berat

Sumber : Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI, 2001


Menurunnya perawatan diri, perubahan kebiasaan makan, turunnya berat badan, dapat merupakan tanda awal depresi tapi dapat juga merupakan tanda-tanda demensia. Oleh karena itu perlu dilakukan juga pemeriksaan fungsi kognitif dengan Mini Mental State Examination (MMSE) atau Abbreviated Mental Test (AMT)


  1. PEMERIKSAAN PASIEN DEPRESI

Salah satu langkah penting dalam penatalaksanaan depresi adalah mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu konsensus atau prosedur khusus untuk penapisan/skrening depresi pada populasi usia lanjut. Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric Depression Scale (GDS) yang terdiri dari 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini dapat dimampatkan menjadi 15 pertanyaan saja dan ini mungkin lebih sesuai untuk dipergunakan dalam praktek umum sebagai alat penapis depresi pada lanjut usia (Depkes RI, 2001). Ada beberapa pertanyaan pokok yang harus diajukan dalam proses pemeriksaan yaitu :

  1. Apakah pada dasarnya anda merasa puas dengan kehidupan anda ?
  2. Apakah hidup anda terasa kosong ?
  3. Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada diri anda ?
  4. Apakah anda merasa bahagia pada sebagian besar waktu anda ?

Pertanyaan tersebut dapat dilengkapi dengan mengeksplorasi hal-hal berikut :

  1. Apakah pasien mempunyai riwayat depresi ?
  2. Apakah pasien terisolasi secara sosial ?
  3. Apakah pasien menderita penyakit kronik ?
  4. Apakah pasien baru saja berkabung ?

Bila ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi harus dilakukan lagi pemeriksaan lebih rinci tentang 1) Riwayat klinis/anamnesis, 2) pemeriksaan fisik, 3) Pemeriksaan kognitif, 4) Pemeriksaan status mental, 5) pemeriksaan lain (memerlukan rujukan ke pelayanan yang lebih spesialistik).


  1. PROGNOSIS

Roth dkk (1950) dan Murphy (1980) dalam Depkes RI (2001), menyatakan bahwa hanya sepertiga dari pasien-pasien dengan depresi yang sembuh setelah selama satu tahun dirujuk kepelayanan psikiatri usia lanjut. Setengah dari pasien-pasien tersebut mengalami relaps. Penelitian-penelitian lainnya melaporkan prognosis yang lebih cerah yaitu lebih dari 60 % sembuh dalam waktu satu tahun. Tingkat mortalitas pada pasien depresi cukup tinggi yaitu sepertiga dari pasien Murphy meninggal dalam waktu empat tahun follow up. Penyebab kematian tidaklah berhubungan langsung dengan depresi tetapiterutama karena penyakit vaskular atau infeksi paru dan bukan bunuh diri.

Prognosis depresi pada lanju usia tidak banyak berbeda dengan prognosis pada usia muda. Umumnya penderita akan sembuh dan tetap befungsi dengan baik jika depresi diobati dan ditatalaksana dengan baik. Hasil terapi yang kurang baik tampaknya berhubungan dengan episode awal yang parah dan adanya kemorbiditas dengan penyakit lain.


  1. PENATALAKSANAAN DEPRESI PADA USIA LANJUT

Penatalaksanaan yang adekuat menggunakan kombinasi terapi psikologis dan farmakologis disertai pendekatan multidisiplin yang menyeluruh. Terapi diberikan dengan memperhatikan aspek individual harapan-harapan pasien, martabat (dignity) dan otonomi/kemandirian pasien. Problem fisik yang ada bersama-sama dengan penyakit mental harus diobati.

  1. Terapi fisik
    1. Obat (Farmakologis)

      Secara umum semua jenis obat antidepresan sama efektivitasnya. Pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala. Beberapa kelompok anti depresan adalah Trisiklik, SSRI's (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitors), MAOI's (Monoamine Oxidase Inhibitors) dan Lithium.

    2. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
  2. Terapi Psikologik
    1. Psikoterapi : Psikoterapi Individu dan kelompok paling efektif dilakukan bersama-sama dengan pemberian anti depresan. Perlu diperhatikan teknik psikoterapi dan kecocokan antara pasien dengan terapis sehingga pasien merasa lebih nyaman, lebih percaya diri dan lebih mampu mengatasi persoalannya sendiri.
    2. Terapi Kognitif : bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mapu, dsb) ke arah pola pikir yang netral atau yang positif.
    3. Terapi Keluarga : problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga dukungan/support terhadap pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominasi menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan dari terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustrasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap/struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.
    4. Penanganan ansietas : teknik yang umum dipakai adalah program relaksasi progresif baik secara langsung dengan infra struktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari.


  3. KOMORBIDITAS

Komorbiditas didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih gangguan psikiatrik atau gangguan psikiatrik dengan penyakit fisik lain pada seorang pasien pada waktu yang sama. Komorbiditas mempunyai implikasi terhadap diagnosis, terapi, dan prognosis. Contoh sakit kepala, putus asa, retardasi psikomotor agak sulit untuk dikaitkan apakah ini suatu problem organik atau mungkin suatu keadaan depresi ? Kapan dan bagaimana memulai terapi antidepresan pada pasien dengan penyakit fisik berat ? Jelas bahwa kondisi komorbiditas akan memperburuk kualitas hidup dan menghambat penyembuhan pasien. Menurut Katona dalam Depkes RI (2001), menyatakan kejadian depresi berat meningkat pada pasien dengan penyakit medik/fisik. Sementara depresi akan memperkuat gejala fisik. Kemorbiditas juga meningkatkan hendaya fungsional/disabilitas. Menurut Depkes RI (2001), Kondisi-kondisi Kemorbiditas yang sering dijumpai adalah :

  1. Gangguan depresi dan stroke
  2. Gangguan depresi dan diabetes mellitus
  3. Gangguan depresi dan infark miokard/penyakit jantung koroner
  4. Gangguan depresi dan penyakit parkinson
  5. Gangguan depresi dan penyakit lain (Alzheimer, Huntington, dll)
  1. KESIMPULAN

Populasi usia lanjut semakin tahun semakin bertambah dan pertambahan populasi ini diikuti juga oleh semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi baik fisik maupun psikologis. Kondisi ini memerlukan perhatian dan penatalaksanaan yang semakin komprehensif. Deteksi dini depresi pada pasien usia lanjut dengan gangguan/penyakit fisik yang disertai dengan intervensi optimal, akan memperbaiki prognosis dan mencegah terjadinya disabilitas yang akan membuat pasien menderita berkelanjutan.

Pendekatan multidisiplin dengan fokus pada kepentingan pasien harus menjadi perhatian bagi seluruh anggota tim. Kesejahteraan jiwa pasien, harapan-harapan pasien dan kehidupan sosialnya sebaikinya juga diupayakan terpenuhi disamping upaya penyembuhan penyakitnya.




DAFTAR PUSTAKA


Amir N. 2005. Depresi, Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.


Dadang Hawari D. 2002. Manajemen Stress, Cemas dan Depresi, Jakarta : Gaya Baru

Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI. 2001. Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta.


Isaac. 2003. Buku Pedoman Kesehatan Jiwa, Jakarta : tp.

Watson R. 2003. Perawatan Pada Lansia, Jakarta : EGC